Peran Umat Islam Dalam Sumpah Pemuda & Sejarah Nama ‘Indonesia’
09.25
Dalam momen bersejarah yang dinamakan ‘Sumpah Pemuda’,
Komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB, medio Oktober lalu berkesempatan
mewawancarai seorang peneliti dan Sejarawan, Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum yang
memberikan gambaran tentang sejarah Sumpah Pemuda dan makna di baliknya.
Sebenarnya, Sumpah Pemuda
yang ditetapkan tanggal 28 Oktober itu Peristiwa Apa?
Yang
sekarang dinamakan “Sumpah Pemuda” pada tanggal 28 Oktober 1928 sebenarnya hari
terakhir Kongres Pemuda ke-2. Kongres pemuda pertama diselenggarakan sekitar
tahun 26, dan tahun 28’ kumpul kembali. Para pemuda ini melihat gerakan pemuda
dari berbagai daerah seperti Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Java, Jong
Sumatera, juga seperti Jong Islamieten Bond (JIB) dan menginspirasi sebagian
pemuda seperti Moh. Hatta, Yamin, Soekarno, termasuk Natsir juga, dan lain-lain
yang merasa harus berkumpul dan dikumpulkan pada suatu kongres.
Rapat
pada kongres itu sampai menghasilkan sebuah keputusan yaitu memberikan nama,
apa sebenarnya yang mereka perjuangkan. Selama ini, mereka memperjuangkan yang
sifatnya parsial. Harus diberi nama apa yang mereka perjuangkan.
Akhirnya, populer nama ‘Indonesia’ dari kongres pemuda itu. Nama
Indonesia dikenal sebelumnya hanya pada kalangan pelajar, khususnya mahasiswa
Indonesia di Belanda yang mempelajari ilmu geografi, ada istilah ‘indo nesos’ (kepulauan Hindia), juga dalam pelajaran
biologi, maka para pelajar ini mengusulkan nama ‘Indonesia’ dalam kongres.
Mula-mula terjadi korespondensi mahasiswa Indonesia di Belanda,
dengan mahasiswa Indonesia di Mesir. Akhirnya ketika mereka pulang ke
Indonesia, dipatenkan nama Indonesia untuk menyebut apa yang mereka perjuangkan
berupa tanah air, Indonesia. Bangsa (nation)
Indonesia, sekalipun penamaan baru ini agak absurd, dan bahasa melayu sekalian
saja dinamakan bahasa Indonesia.
Yang menarik dan rumit di sini ialah nation atau bangsa yang sebenarnya merujuk konsep
kebudayaan. Mereka para pemuda berkeinginan dalam keragaman etnis,
disatukan dalam budaya Indonesia. Lalu apa itu kebudayaan Indonesia? Jadi
disimpulkan seperti hanya penjejeran etalase dari kebudayaan-kebudayaan yang
ada, disebutlah kebudayaan Indonesia.
Hal ini
dapat menimbulkan dengan kebudayaan komunitas lain. Misal, ada ditemukan batik
dan reog di Malaysia. Ini bukan persoalan Indonesia dan Malaysia! Sejak lama,
orang–orang Ponorogo ada yang pindah ke Malaysia, dan akar kebudayaannya tetap
Ponorogo, bukan Indonesia. Karenanya, bangsa ini istilah politik saja, yang
hari ini mewujudkan Indonesia dalam kebudayaan.
Bagaimana Umat Islam
memandang Kongres Pemuda Tersebut?
Pejuang
dan pemuda Islam pada saat itu ikut terlibat dan memberikan nama apa yang
mereka perjuangkan. Terjadi juga korespondensi antara mahasiswa Indonesia di
Belanda dan di Mesir yang juga para mahasiswa Islam. Juga yang berkumpul di
sana, pada kongres ialah umat Islam, walaupun karena sekulerisme telah kokoh,
terjadi perbedaan pandangan.
Dalam
pandangan Islam, hasil konges jangan sampai dibawa pada nasionalisme yang
sempit. Orang-orang sekuler memperjuangkan wilayah secara saklek. Dalam Islam,
memang ini kampung kita. Kita perjuangkan nasib kampung kita yang terdekat.
Kampung yang berisi umat Islam. Namun, kita membuka ruang dengan umat-umat
Islam pada komunitas lain. Ada persatuan umat Islam di sana, dan kampung kita
yang diperjuangkan hanya target antara.
Harus
memungkinkan dipersatukan komunitas muslim laiinya, ukhuwah Islamiyah, pan
Islam, khilafah, apapun namanya itu. Pada saat itu, disetujui namanya
‘Indonesia’ sebagai persetujuan perjuangan. Hal itu bukan bersifat sakral hidup
atau mati. Bahwa para pemuda memperjuangkan Indonesia waktu itu benar, karena
bercokolnya kolonialisme.
Apa Hasil Keputusan
Kongres Pemuda ke-2 itu?
Mengenai redaksi teks, ‘Kami
putera-puteri Indonesia, mengaku berbangsa satu…” yang
disebut Sumpah Pemuda itu sebenarnya tidak ada. Di tahun ’60 (1960), Yamin
menyebutnya Sumpah Pemuda. Dia sendiri ikut terlibat dan merasa momen penting
yang membuat nama Indonesia maka dia namakan Sumpah Pemuda.
Dalam kongres, hanya menghasilkan rekomendasi nama yaitu
Indonesia. Hasilnya, Indonesia dinamakan sebagai wilayah, bahasa, dan
kebudayaan. Wilayah dan bahasa Oke,
kebudayaan yang menjadi problem sampai sekarang.
Mengenai Istilah
Indonesia Sendiri, Seperti Apa pada saat Itu? Apa sudah dikenal?
Nama Indonesia sendiri sebelum Kongres Pemuda tidak populer dan
hanya ada di beberapa pelajaran, khususnya pelajaran mahasiswa di Belanda. Nama
wilayah ini apa? Bahkan, orang menyebutnya sebagai ‘Jawa’. Misal di Arab sana
ada persinggahan (maktab)
disebut Jawa. Tempat berkumpul haji orang-orang Asia tenggara: ada Filipina,
Thailand, Malaysia, Indonesua dulu dikenal sebagai orang Jawa, dan di belakang
namanya dijuluki Al Jawwi.
Jika diganti Jawa, terlampau tendensius karena khusus pulau Jawa
diusulkanlah nama lain dan relatif berhasil. Yang menciptakan Indonesia ialah
anak-anak muda. Bahasa melayu, sudahlah sekalian dinamakan Bahasa Indonesia,
yaitu bahasa komunikasi. Jadi, bahasa Indonesia itu bahasa melayu, karena
bahasa Indonesia zaman itu sama dengan bahasa melayu. (Untuk Lebih Jelas, baca tulisan para peneliti INSIST
pada Rubrik ISLAMIA Republika, 24 Oktober 2013).
Sebelumnya, ada beberapa kelompok yang menggunakan nama
Indonesia seperti Perhimpunan Indonesia, yaitu komunitas mahasiswa Indonesia di
Belanda. Indische Vereeniging, yang
pada tahun ’26 (1926) mereka pulang ke Indonesia diganti menjadi Perhimpunan
Indonesia (PI). Juga PKI yang pada tahun sekitar 1922 menggunakan nama
‘Indonesia’ juga lainnya.
Pelajaran Apa yang Bisa
diambil dari Kongres Pemuda?
Kongres pemuda itu dihadiri sebagian besar umat Islam. Indonesia
memang kampung kita, kita memperjuangkannya. Lalu ada perjuangan yang lebih
besar yaitu persatuan umat Islam. Karenanya, kelak bersambung dengan
gagasan-gagasan lain seperti Pan
Islamisme Jamaludin Al Afgani, dan sebagainya.
Kongres
pemuda momen bersejarah, Anak-anak muda kreatif menyumbangkan nama.
Namun, bukan berarti mereka yang membuat persatuan, dan nama itu penting seperti
halnya orang tua yang melahirkan anaknya dan dikenal identitasnya. Namun bisa
saja yang memberikan nama berbeda dengan orang yang melahirkannya. Para
pemuda ini, memiliki potensi besar, dan terbukti dalam perjalanannya mereka
menjadi tokoh besar dikemudian hari.
Wawancara oleh: Rizki
Lesus/Komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
Sumber Foto : Wikipedia