My Diary.
to Share my Life Events

Orang Bilang anakku seorang Akitivis



Jakarta: Kata mereka nama nya tersohor di kampus nya sana. Orang bilang anakku seorang aktivis. Dengan segudang kesibukan yang disebutnya sebagai amanah umat. Orang bilang anakku seorang aktivis. Tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak? Ibu bilang engkau hanya seorang putra kecil ibu yang lugu.
            Anakku, sejak mereka bilang seorang aktivis, ibu kembali mematut diri menjadi ibu seorang aktivis. Dengan segala kesibukanmu, ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktu mu terisi dengan segala kegiatan yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu dengan ibu mu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak? Sungguh setengah dari umur ibu telah habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersama mu nak. Tanpa pernah ibu berpikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia..

Anakku. kita memang berada di satu atap, di atap yang saat dulu engkau bermanja bersama ku.
Tapi kini dimanakah rumah mu nak? Ibu tidak lagi melihat jiwamu di rumah ini. Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu di rumah dengan penuh doa agar senantiasa menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut. Mungkin tawa mu telah habis hari ini, tapi ibu harap engkau sudi untuk mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu. Ah, lagi-lagi ibu harus mengerti, bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk tersenyum untuk ibu, sekedar mengalihkan pandangan pada ibumu saja katamu engkau sedang sibuk mengejar deadline.
Padahal andai kau tahu nak, ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini, memastikan engkau baik-baik saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu. Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau. Tapi bukankah aku ini ibumu, yang 9 bulan waktu mu engkau habiskan di dalam rahimku?
Anakku, ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk dengan amanah mu. Nampaknya, engkau sedang sibuk dengan nasib organisasimu. Khawatir dengan segala strategi untuk mengkader anggotamu.
Namun, sebagian hati ibu mulai bertanya nak, kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini nak?
Apakah engkau mengkhawatirkan ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu?
Kapan terakhir engkau menanyakan kabar saudara-saudari mu dirumah?
Apakah saudara-saudari mu tidak lebih penting dari organisasimu nak?
Anakku, ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu. Saat engkau merasa sangat tidak produktif ketika menghabiskan waktu dengan keluargamu. Memang nak, menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan tugas mu.

Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga? Bukan kah keluargamu ini adalah amanah yang harus kau jaga juga nak? Anakku, ibu mencoba membuka buku agendamu. Buku Agenda seorang aktivis. Jadwal mu begitu padat ya, ada rapat di sana sini. Ada jadwal mengkaji, ada juga jadwal bertemu tokoh-tokoh penting. Ibu membuka lembar demi lembarnya. Di sana ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan mimpi dan harapanmu. Ibu kembali membuka lembaran itu, berharap ada nama ibu di sana. Ternyata memang tidak ada nak. Tidak ada agenda untuk bersama dengan perempuan renta ini.

Kalo boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang engkau seorang aktivis profesional. Namun, boleh ibu bertanya nak? Dimanakah profesionalitas mu untuk ibu? Dimanakah profesionalitas mu untuk keluarga? Dimana engkau letakkan keluarga dalam skala prioritas mu yang kau buat. Ah waktu mu terlalu mahal nak, hingga ibu pun tak mampu membeli waktumu yang berharga itu untuk bersama ibu.

Semoga kita dapat mengevaluasi diri kita masing-masing sebagai seorang aktivis yang profesional  dan dapat mengatur waktu dengan baik untuk keluarga, Tuhan, organisasi, masyarakat dan negara.
Aamiin ya rabb :)
Sya'bani Sya'bani Author

Mengenai Saya

Text Widget

Popular Posts

About

Ordered List

Blogger templates

Blogroll

Popular Posts

Unordered List

Recent Posts