My Diary.
to Share my Life Events

Kisah diterima nya Taubat Sang Pembunuh 100 Jiwa


Kisah ini pernah terjadi di zaman Bani Israil dahulu kala. Nabi n menceritakannya kepada umatnya agar menjadi pelajaran berharga dan teladan dalam kebaikan.
Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, Sa’id bin Malik bin Sinan c, bahwa Nabi n bersabda:
كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: لاَ. فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ، انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ وَلاَ تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ. فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ: جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلاً بِقَلْبِهِ إِلَى اللهِ. وَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ: إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ. فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ: قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ. فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ. قَالَ قَتَادَةُ: فَقَالَ الْحَسَنُ: ذُكِرَ لَنَا أَنَّهُ لَمَّا أَتَاهُ الْمَوْتُ نَأَى بِصَدْرِهِ
Dahulu, di zaman orang-orang sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 jiwa. Dia pun bertanya tentang orang yang paling alim di muka bumi ketika itu, lalu ditunjukkan kepadanya tentang seorang rahib (pendeta, ahli ibadah). Maka dia pun mendatangi rahib tersebut lalu mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah membunuh 99 jiwa, apakah ada taubat baginya?
Ahli ibadah itu berkata: “Tidak.” Seketika laki-laki itu membunuhnya. Maka dia pun menggenapi dengan itu (membunuh rahib) menjadi 100 jiwa. Kemudian dia menanyakan apakah ada orang yang paling alim di muka bumi ketika itu? Lalu ditunjukkanlah kepadanya tentang seorang yang berilmu. Maka dia pun mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah membunuh 100 jiwa, apakah ada taubat baginya? Orang alim itu berkata: “Ya. Siapa yang menghalangi dia dari taubatnya? Pergilah ke daerah ini dan ini. Karena sesungguhnya di sana ada orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah, maka beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka. Dan jangan kamu kembali ke negerimu, karena negerimu itu adalah negeri yang buruk/jahat.”
Maka dia pun berangkat. Akhirnya, ketika tiba di tengah perjalanan datanglah kematian menjemputnya, (lalu dia pun mati). Maka berselisihlah malaikat rahmat dan malaikat azab tentang dia.
Malaikat rahmat mengatakan: “Dia sudah datang dalam keadaan bertaubat, menghadap kepada Allah dengan sepenuh hatinya.”
Sementara malaikat azab berkata: “Sesungguhnya dia belum pernah mengerjakan satu amalan kebaikan sama sekali.”
Datanglah seorang malaikat dalam wujud seorang manusia, lalu mereka jadikan dia (sebagai hakim pemutus) di antara mereka berdua. Maka kata malaikat itu: “Ukurlah jarak antara (dia dengan) kedua negeri tersebut. Maka ke arah negeri mana yang lebih dekat, maka dialah yang berhak membawanya.”
Lalu keduanya mengukurnya, dan ternyata mereka dapatkan bahwa orang itu lebih dekat kepada negeri yang diinginkannya. Maka malaikat rahmat pun segera membawanya.
Kata rawi: Kata Qatadah: Al-Hasan mengatakan: “Disebutkan kepada kami, bahwa ketika kematian datang menjemputnya, dia busungkan dadanya (ke arah negeri tujuan).”
Hadits ini menceritakan kepada kita tentang orang yang telah membunuh 99 jiwa lalu dia menyesal dan bertaubat serta bertanya tentang ahli ilmu yang ada ketika itu. Kemudian ditunjukkan kepadanya seorang ahli ibadah.
Ternyata ahli ibadah itu hanyalah ahli ibadah, tidak mempunyai ilmu. Rahib tersebut menganggap besar urusan itu sehingga mengatakan: “Tidak ada taubat bagimu.” Laki-laki pembunuh itu marah lantas membunuh ahli ibadah tersebut. Lengkaplah korbannya menjadi 100 jiwa.
Kemudian dia tanyakan lagi tentang ahli ilmu yang ada di masa itu. Maka ditunjukkanlah kepadanya seorang yang alim. Lalu dia bertanya, apakah ada taubat baginya yang telah membunuh 100 jiwa? Orang alim itu menegaskan: “Ya. Siapa yang bisa menghalangimu untuk bertaubat? Pintu taubat terbuka lebar. Tapi pergilah, tinggalkan negerimu menuju negeri lain yang di sana ada orang-orang yang beribadah kepada Allah l, dan jangan pulang ke kampungmu, karena negerimu adalah negeri yang buruk.”
Akhirnya, lelaki itu pun pergi berhijrah. Dia berangkat meninggalkan kampung halamannya yang buruk dalam keadaan sudah bertaubat serta menyesali perbuatan dan dosa-dosanya. Dia pergi dengan satu tekad meninggalkan dosa yang dia lakukan, memperbaiki diri, mengisi hari esok dengan amalan yang shalih sebagai ganti kezaliman dan kemaksiatan yang selama ini digeluti.
Di tengah perjalanan menuju kampung yang baik, dengan membawa segudang asa memperbaiki diri, Allah l takdirkan dia harus mati.
Takdir dan kehendak Allah l jua yang berlaku. Itulah rahasia dari sekian rahasia Allah Yang Maha Bijaksana. Tidak mungkin ditanya mengapa Dia berbuat begini atau begitu. Tetapi makhluk-Nya lah yang akan ditanya, mengapa mereka berbuat begini dan begitu. Allah l Maha melakukan apa saja yang Dia inginkan.
Semua yang ada di alam semesta, baik yang terlihat maupun tidak terlihat adalah milik Allah k, ciptaan-Nya dan di bawah pengawasan serta pengaturan-Nya. Dia Yang menentukan setiap perbuatan seorang hamba, 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Dia yang memberikan perangkat kepada seorang hamba untuk melakukan sesuatu. Dia pula yang memberi taufiq kepada hamba tersebut ke arah apa yang telah ditakdirkan-Nya.
Pembunuh 100 jiwa itu, adalah salah satu dari makhluk ciptaan Allah l. Dia ada di bawah kehendak dan kendali Allah l. Ketentuan dan takdir Allah l sudah pasti berlaku pula atasnya. Perbuatan zalim yang dikerjakannya adalah takdir Allah l. Taubat dan penyesalan yang dia rasakan dan dia inginkan adalah takdir dari Allah l. Alangkah beruntungnya dia. Tapi kalau begitu, zalimkah Allah l? Kejamkah Dia kepada hamba-Nya?
Jawabnya sudah pasti, tidak. Sama sekali tidak. Dari sisi manapun, Dia bukanlah Dzat yang zalim.
Apakah kezaliman itu? Kezaliman adalah berbuat sesuatu pada hal-hal yang bukan miliknya. Atau meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Siapakah Allah l? Dan siapakah kita? Milik siapakah kita?
Kita milik Allah l. Dia-lah Yang telah menciptakan dan mengatur kita. Dia Maha Tahu yang tepat bagi hamba-Nya. Dia Maha Bijaksana, Dia meletakkan segala sesuatu sesuai pada tempatnya. Dia Maha Tahu apa yang diciptakan-Nya. Dia Maha Tahu apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya. Allahu Akbar.
Lelaki itu meninggal dunia. Dia mati dalam keadaan belum ‘beramal shalih’ sekali pun. Dia hanya punya tekad memperbaiki diri, bertaubat dari semua kesalahan. Hal itu terwujud dari keinginannya bertanya kepada mereka yang dianggap berilmu: Apakah ada taubat baginya? Semua itu tampak dari tekadnya pergi meninggalkan masa lalu yang kelam, menyongsong cahaya hidayah dan kebaikan.
Alangkah besar karunia Allah l kepada dirinya. Alangkah besar rahmat Allah l kepada para hamba-Nya. Tetapi alangkah banyak manusia yang tidak mengetahui bahkan tidak mensyukuri nikmat tersebut.
Sungguh, andaikata kezaliman-kezaliman yang dikerjakan oleh Bani Adam ini harus diselesaikan dengan azab dan siksa di dunia, niscaya tidak akan ada lagi satu pun makhluk yang melata di atas muka bumi ini. Sungguh, seandainya kemurkaan Allah l yang lebih dahulu daripada rahmat-Nya, niscaya tidak akan pernah ada rasul yang diutus, tidak ada Kitab Suci yang diturunkan. Tidak ada ulama dan orang shalih serta berilmu yang memberi nasihat, peringatan, dan bimbingan. Bahkan tidak akan ada satu pun makhluk yang melata di muka bumi ini.
Allah l berfirman:
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (Fathir: 45)
Kerusakan yang terjadi di muka bumi ini, di daratan maupun di lautan tidak lain adalah akibat ulah manusia. Sementara kesempatan hidup yang diberikan kepada mereka membuat mereka lupa, bahkan semakin menambah kedurhakaan mereka. Ingatlah firman Allah l:
“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur’an). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.” (Al-Qalam: 44-45)
Maka jelas pulalah bagi kita alangkah jahatnya ucapan orang yang mengatakan: “Saya tidak suka tuhan yang kejam.”
Andaikata yang dia maksud adalah Allah l, maka hanya ada dua kemungkinan pada diri orang seperti ini, kafir (murtad) atau kurang akalnya (idiot). Apabila sudah dia terima bukti dan keterangan tapi masih menolak dan mengingkari, maka dikhawatirkan dia telah keluar dari Islam.
Betapa luas nikmat Allah l kepada hamba-Nya. Siang malam Dia memerhatikan serta mencurahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka. Tetapi mereka justru menampakkan kebencian kepada Allah l dengan senantiasa mengerjakan maksiat sepanjang siang dan malam.
Maka dari itu:
“Maka terhadap nikmat Rabbmu yang manakah kamu ragu-ragu?” (An-Najm: 55)
Dan:
“Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman: 75)
Di antara rahmat Allah l juga adalah seperti yang diriwayatkan Al-Imam Muslim t dari Anas bin Malik z:
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ. أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ
“Benar-benar Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika dia bertaubat kepada-Nya daripada salah seorang kamu yang berada di atas kendaraannya di sebuah tanah padang yang sunyi, lalu kendaraan itu lepas (lari) meninggalkannya, padahal di atasnya ada makanan dan minumannya. Akhirnya dia putus asa mendapatkannya kembali. Maka dia pun mendatangi sebatang pohon lalu berbaring di bawah naungannya, dalam keadaan putus asa dari kendaraannya. Ketika dia dalam keadaan demikian, ternyata tiba-tiba kendaraan itu berdiri di dekatnya. Lalu dia pun menggenggam tali kekangnya dan berkata saking gembiranya: ‘Ya Allah, Engkau hambaku dan aku Rabbmu.’ Dia salah ucap karena saking gembiranya.”
Inilah Hakikat Hijrah
Hijrah adalah salah satu kewajiban ajaran Islam, salah satu amalan shalih paling utama, bahkan merupakan sebab keselamatan agama seseorang serta perlindungan bagi imannya. Hijrah terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya ialah hijrah meninggalkan apa yang diharamkan Allah l dan Rasul-Nya n atas setiap mukallaf. Maka, orang yang bertaubat dari kemaksiatan yang telah lalu berarti dia telah berhijrah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah l dan Rasul-Nya n.
Sedangkan seorang muslim, dibebankan kepadanya agar meninggalkan segala yang diharamkan oleh Allah l.
Nabi n bersabda:
إِنَّ الْمُهَاجِرَ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
“Sesungguhnya, muhajir sejati adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ahmad, no. 6912)
Sabda Nabi n ini sekaligus perintah, meliputi semua perbuatan haram baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
Apa yang disabdakan Nabi n ini meliputi pula hijrah lahir dan hijrah batin. Hijrah lahir adalah lari membawa tubuhnya menyelamatkan diri dari fitnah. Sedangkan hijrah batin adalah meninggalkan apa saja yang menjadi ajakan hawa nafsu yang senantiasa memerintahkan kepada kejelekan dan apa-apa yang dijadikan indah oleh setan. Hijrah kedua ini merupakan dasar bagi hijrah yang pertama.
Allah l berfirman:
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa’: 100)
Asy-Syaikh As-Sa’di t dalam tafsirnya tentang ayat ini mengatakan:
Kemudian firman Allah l:
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya”, maksudnya yang sengaja menuju Rabbnya, mengharap ridha-Nya, karena cinta kepada Rasul-Nya, dan demi membela agama Allah l, serta bukan karena tujuan lain,
“Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju)”, karena terbunuh atau sebab lainnya,
“Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.” Yakni, pahala muhajir yang mencapai tujuannya dengan jaminan dari Allah l telah dia terima. Hal itu karena dia telah berniat dan bertekad; dia telah memulai kemudian segera mulai mengerjakannya. Maka termasuk rahmat Allah l atasnya dan orang-orang seperti dia adalah Allah l memberinya pahala sempurna. Meskipun mereka belum mengerjakan amalan mereka secara tuntas, serta mengampuni mereka dengan kekurangan yang ada pada hijrah atau amalan tersebut.
Sebab itulah, Allah l akhiri ayat ini dengan dua nama-Nya yang mulia dalam firman-Nya:
“Dan adalah Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” Dia memberi ampunan bagi kaum mukminin yang mengerjakan dosa terutama mereka yang bertaubat kepada Rabb mereka. Dia Maha penyayang kepada seluruh makhluk-Nya. Penyayang kepada kaum mukminin dengan memberi mereka taufiq agar beriman, mengajari mereka ilmu yang menambah keyakinan mereka, memudahkan mereka sebab-sebab menuju kebahagiaan dan kemenangan.

Beberapa Faedah
1. Seorang pembunuh, bisa diterima taubatnya. Dalilnya adalah firman Allah l:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa’: 48)
Inilah pendapat jumhur ulama. Adapun pendapat Ibnu ‘Abbas c bahwa tidak ada taubat bagi seorang pembunuh karena Allah l berfirman:
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa’: 93)
Mungkin bisa dibawa kepada pengertian bahwa tidak ada taubat sehubungan dengan korban yang terbunuh. Karena si pembunuh terkait dengan tiga hak sekaligus: hak Allah l, hak korban yang dibunuhnya, dan hak ahli waris korban (walinya).
Adapun hak Allah l, tidak disangsikan lagi bahwa Allah l akan mengampuninya dengan adanya taubat dari pelaku maksiat tersebut, sebagaimana firman Allah l:
“Katakanlah: ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Az-Zumar: 53)
Juga firman Allah l:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shalih. Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (Al-Furqan: 68-71)
Adapun hak korban yang dibunuhnya, maka taubat si pembunuh tidaklah berguna dan jelas belum tertunaikan hak korbannya, karena korban itu sudah mati. Tidak mungkin pula sampai pada tingkat dia minta penghalalan atau lepas dari tuntutan darahnya. Jadi, inilah yang masih tersisa serta menjadi beban tuntutan di pundak si pembunuh, meskipun dia sudah bertaubat. Sedangkan pada hari kiamat, maka Allah l akan memutuskan perkara di antara mereka.
Sedangkan hak ahli waris (wali) korban, maka taubat si pembunuh juga tidak sah hingga dia menyerahkan dirinya kepada mereka, mengakui perbuatannya, dan menyerahkan kepada mereka, apakah dia harus dihukum mati (qishash), membayar diyat (tebusan), atau mereka memaafkannya.
2. Dalam hadits kisah ini, disyariatkan untuk bertaubat dari semua dosa besar. Mungkin, ketika Allah l menerima taubat seorang pembunuh, Dia menjamin keridhaan lawan (korban)nya, dan Dia kembalikan kezalimannya. Inilah salah satu rahmat dan keadilan Allah l.
3. Kisah ini melarang kita membuat orang lain putus asa dari dosa besar yang dikerjakannya. Allah l sendiri telah menerangkan bahwa Dia tidak akan menjadikan kekal di neraka orang yang mati dalam keadaan bertauhid, sebagaimana dalam hadits Anas z yang diriwayatkan At-Tirmidzi t:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّه ِn يَقُولُ: قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Saya mendengar Rasulullah n bersabda: “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: ‘Wahai Bani Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa kepada-Ku, mengharapkan-Ku, niscaya Aku beri ampun kepadamu atas apa yang ada padamu, dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit kemudian kamu minta ampun kepada-Ku niscaya Aku beri ampunan kepadamu, dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, sungguh, seandainya engkau datang kepada-Ku membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan Aku dengan apapun, pasti Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh itu juga.”
Namun, bisa jadi pula dia diampuni dan tidak masuk neraka sama sekali, atau diazab sebagaimana pelaku maksiat lainnya dari kalangan orang yang bertauhid lalu dikeluarkan menuju ke dalam jannah. Maka janganlah berputus asa dari rahmat Allah l dan jangan pula membuat orang lain berputus asa darinya. Allah l berfirman tentang Khalil-Nya, Ibrahim q:
“Ibrahim berkata: ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabbnya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (Al-Hijr: 56)
4. Di dalam kisah ini terdapat pula keutamaan berpindah dari negeri yang di sana seseorang bermaksiat, apakah karena adanya teman dan fasilitas yang mendukung atau hal-hal lainnya.
5. Dari kisah ini pula jelaslah betapa seseorang tidak mungkin selamat dan lolos dari azab kecuali dengan beratnya timbangan kebaikan dirinya meski hanya sebesar biji sawi. Maka dari itu, sudah semestinyalah orang yang bertaubat memperbanyak amal kebaikannya.
6. Termasuk tugas seorang yang bertaubat –kalau dia bukan orang yang berilmu– hendaknya dia pelajari apa saja yang wajib atas dirinya di masa yang akan datang dan apa yang haram dikerjakannya.
7. Perlu pula diingat dalam kisah ini, bahwasanya lingkungan yang baik, bergaul dengan orang shalih akan menambah iman seseorang. Sedangkan segala kerusakan, petaka dan penyimpangan, tumbuhnya tidak lain karena adanya dukungan para setan dan bala tentaranya, termasuk dari kalangan manusia yang senantiasa membuka pintu kelalaian dan syahwat serta tidak mendukungnya kepada kebaikan dan ketaatan.
Sungguh indah peringatan Rasulullah n dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari z:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسُّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيْرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Perumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk adalah seperti pembawa misik dan pandai besi. Adapun si pembawa misik (minyak wangi), mungkin dia akan memberimu, atau kamu membeli darinya, atau kamu dapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau kamu dapatkan bau tidak sedap darinya.”
8. Satu hal yang harus kita ingat dari kisah ini, tekad dan niat ikhlas si pembunuh, itulah yang mengantarnya kepada rahmat Allah l yang teramat luas. Meski belum mengisi lembaran hidup barunya dengan kebaikan, tetapi tekad dan niat ikhlas ini sangat bernilai di sisi Allah l. Inilah salah satu buah dan keutamaan tauhid yang murni.
Mudah-mudahan Allah l membimbing kita membersihkan hati kita dari kekotoran syirik dan maksiat sampai kita bertemu dengan-Nya dalam keadaan membawa hati yang selamat. Amin.
Sya'bani Sya'bani Author

Perbedaan Orang Baik dengan Penyeru Kebaikan


Sekadar jadi orang baik pasti bisa punya banyak teman & buat penyeru kebaikan malah bisa jadi banyak musuhnya

Allahu akbar

Untaian Hikmah nan Indah

Apa bedanya Orang Baik (Shalih) dan Penyeru Kebaikan (Mushlih)..?

Orang Baik, melakukan kebaikan untuk dirinya.
Sedangkan Penyeru Kebaikan (Muslih) mengerjakan kebaikan utk dirinya dan orang lain.

Orang Baik, dicintai manusia..Penyeru Kebaikan dimusuhi manusia.

Kok gitu...?!?!

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sebelum diutus, beliau dicintai oleh kaumnya karena beliau adalah orang baik..

Namun ketika Allah ta'ala mengutusnya sebagai Penyeru Kebaikan, kaumnya langsung memusuhinya dengan menggelarinya; Tukang sihir,Pendusta, Gila..

Apa sebabnya..?

Karena Penyeru Kebaikan 'menyikat' batu besar nafsu angkara dan memperbaikinya dari kerusakan..

Itulah sebabnya kenapa Luqman menasihati anaknya agar bersabar ketika melakukan perbaikan, karena dia pasti akan menghadapi permusuhan..

Hai anakku tegakkan sholat, perintahkan kebaikan, laranglah kemungkaran, dan bersabarlah atas apa yang menimpamu

Berkata ahli ilmu: Satu penyeru kebaikan lebih dicintai Alloh daripada ribuan orang baik

Karena melalui penyeru Kebaikan itulah Allah jaga umat ini..Sedang orang baik hanya cukup menjaga dirinya sendiri...

Allah Subhanahu wa ta'alaa berfirman:

"Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan satu negeri dengan zalim padahal penduduknya adalah penyeru kebaikan.."

...Allah tidak berfirman; "...Orang Baik (Shalih)"

Maka jadilah penyeru kebaikan, jangan merasa puas hanya sebagai orang baik saja.
Sya'bani Sya'bani Author

Kisah Seorang Raja yang Dzalim dan Seorang Pemuda Muslim

Kisah ini dikenal dengan kisah ashabul ukhdud yaitu orang-orang yang membakar orang beriman dalam parit. Orang-orang yang beriman ini tetap teguh pada keimanan mereka pada Allah, hingga raja di masa itu marah dan membakar mereka hidup-hidup. Kisah ini mengajarkan wajibnya bersabar dalam berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus disakiti.


Kisah ini disebutkan dalam firman Allah,

وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ (1) وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ (2) وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ (3) قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ (4) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (5) إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ (6) وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (7) وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (8) الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (9)

Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Buruj: 1-9).

Kisah selengkapnya mengenai Ashabul Ukhdud diceritakan dalam hadits yang panjang berikut.

عَنْ صُهَيْبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كَانَ مَلِكٌ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ لَهُ سَاحِرٌ فَلَمَّا كَبِرَ قَالَ لِلْمَلِكِ إِنِّى قَدْ كَبِرْتُ فَابْعَثْ إِلَىَّ غُلاَمًا أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ. فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلاَمًا يُعَلِّمُهُ فَكَانَ فِى طَرِيقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ كَلاَمَهُ فَأَعْجَبَهُ فَكَانَ إِذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بِالرَّاهِبِ وَقَعَدَ إِلَيْهِ فَإِذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِبِ فَقَالَ إِذَا خَشِيتَ السَّاحِرَ فَقُلْ حَبَسَنِى أَهْلِى. وَإِذَا خَشِيتَ أَهْلَكَ فَقُلْ حَبَسَنِى السَّاحِرُ.

Dari Shuhaib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu ada seorang raja dari golongan umat sebelum kalian, ia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir tersebut berada dalam usia senja, ia mengatakan kepada raja bahwa ia sudah tua dan ia meminta agar dikirimkan anak yang akan jadi pewaris ilmu sihirnya. Maka ada seorang anak yang diutus padanya. Tukang sihir tersebut lalu mengajarinya.

Di tengah perjalanan ingin belajar, anak ini bertemu seorang rahib (pendeta) dan ia pun duduk bersamanya dan menyimak nasehat si rahib. Ia pun begitu takjub pada nasehat-nasehat yang disampaikan si rahib. Ketika ia telah mendatangi tukang sihir untuk belajar, ia pun menemui si rahib dan duduk bersamanya. Ketika terlambatnya mendatangi tukang sihir, ia dipukul, maka ia pun mengadukannya pada rahib. Rahib pun berkata, “Jika engkau khawatir pada tukang sihir tersebut, maka katakan saja bahwa keluargaku menahanku. Jika engkau khawatir pada keluargamu, maka katakanlah bahwa tukang sihir telah menahanku.”

فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَتَى عَلَى دَابَّةٍ عَظِيمَةٍ قَدْ حَبَسَتِ النَّاسَ فَقَالَ الْيَوْمَ أَعْلَمُ آلسَّاحِرُ أَفْضَلُ أَمِ الرَّاهِبُ أَفْضَلُ فَأَخَذَ حَجَرًا فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ أَمْرُ الرَّاهِبِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَمْرِ السَّاحِرِ فَاقْتُلْ هَذِهِ الدَّابَّةَ حَتَّى يَمْضِىَ النَّاسُ. فَرَمَاهَا فَقَتَلَهَا وَمَضَى النَّاسُ فَأَتَى الرَّاهِبَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ لَهُ الرَّاهِبُ أَىْ بُنَىَّ أَنْتَ الْيَوْمَ أَفْضَلُ مِنِّى. قَدْ بَلَغَ مِنْ أَمْرِكَ مَا أَرَى وَإِنَّكَ سَتُبْتَلَى فَإِنِ ابْتُلِيتَ فَلاَ تَدُلَّ عَلَىَّ

Pada suatu saat ketika di waktu ia dalam keadaan yang demikian itu, lalu tibalah ia di suatu tempat dan di situ ada seekor binatang besar yang menghalangi orang banyak (di jalan yang dilalui mereka). Anak itu lalu berkata, “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah rahib itu.” Ia pun mengambil sebuah batu kemudian berkata, “Ya Allah, apabila perkara rahib itu lebih dicintai di sisi-Mu daripada tukang sihir itu, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang banyak dapat berlalu.” Lalu ia melempar binatang tersebut dan terbunuh. Lalu orang-orang bisa lewat.  Lalu ia mendatangi rahib dan mengabarkan hal tersebut. Rahib tersebut pun mengatakan, “Wahai anakku, saat ini engkau lebih mulia dariku. Keadaanmu sudah sampai pada tingkat sesuai apa yang saya lihat. Sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika benar demikian, janganlah menyebut namaku.”

كَانَ الْغُلاَمُ يُبْرِئُ الأَكْمَهَ وَالأَبْرَصَ وَيُدَاوِى النَّاسَ مِنْ سَائِرِ الأَدْوَاءِ فَسَمِعَ جَلِيسٌ لِلْمَلِكِ كَانَ قَدْ عَمِىَ فَأَتَاهُ بِهَدَايَا كَثِيرَةٍ فَقَالَ مَا هَا هُنَا لَكَ أَجْمَعُ إِنْ أَنْتَ شَفَيْتَنِى فَقَالَ إِنِّى لاَ أَشْفِى أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِى اللَّهُ فَإِنْ أَنْتَ آمَنْتَ بِاللَّهِ دَعَوْتُ اللَّهَ فَشَفَاكَ. فَآمَنَ بِاللَّهِ فَشَفَاهُ اللَّهُ

Anak itu lalu dapat menyembuhkan orang buta dan yang berpenyakit kulit. Ia pun dapat menyembuhkan orang-orang dari berbagai macam penyakit. Berita ini pun sampai di telinga sahabat dekat raja yang telah lama buta. Ia pun mendatangi pemuda tersebut dengan membawa banyak hadiah. Ia berkata pada pemuda tersebut, “Ini semua bisa jadi milikmu asalkan engkau menyembuhkanku.” Pemuda ini pun berkata, “Aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun. Yang mampu menyembuhkan hanyalah Allah. Jika engkau mau beriman pada Allah, aku akan berdo’a pada-Nya supaya engkau bisa disembuhkan.” Ia pun beriman pada Allah, lantas Allah menyembuhkannya.

فَأَتَى الْمَلِكَ فَجَلَسَ إِلَيْهِ كَمَا كَانَ يَجْلِسُ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَنْ رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ قَالَ رَبِّى. قَالَ وَلَكَ رَبٌّ غَيْرِى قَالَ رَبِّى وَرَبُّكَ اللَّهُ. فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الْغُلاَمِ فَجِىءَ بِالْغُلاَمِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ أَىْ بُنَىَّ قَدْ بَلَغَ مِنْ سِحْرِكَ مَا تُبْرِئُ الأَكْمَهَ وَالأَبْرَصَ وَتَفْعَلُ وَتَفْعَلُ . فَقَالَ إِنِّى لاَ أَشْفِى أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِى اللَّهُ. فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الرَّاهِبِ فَجِىءَ بِالرَّاهِبِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ. فَأَبَى فَدَعَا بِالْمِئْشَارِ فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ثُمَّ جِىءَ بِجَلِيسِ الْمَلِكِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ. فَأَبَى فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ بِهِ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ

Sahabat raja tadi kemudian mendatangi raja dan ia duduk seperti biasanya. Raja pun bertanya padanya, “Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” Ia pun menjawab, “Rabbku.” Raja pun kaget, “Apa engkau punya Rabb (Tuhan) selain aku?” Sahabatnya pun berkata, “Rabbku dan Rabbmu itu sama yaitu Allah.” Raja tersebut pun menindaknya, ia terus menyiksanya sampai ditunjukkan anak yang tadi. (Ketika anak tersebut datang), raja lalu berkata padanya, “Wahai anakku, telah sampai padaku berita mengenai sihirmu yang bisa menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kulit, serta engkau dapat melakukan ini dan itu.” Pemuda tersebut pun menjawab, “Sesungguhnya aku tidaklah dapat menyembuhkan siapa pun. Yang menyembuhkan adalah Allah.” Mendengar hal itu, raja lalu menindaknya, ia terus menyiksanya, sampai ditunjukkan pada pendeta yang menjadi gurunya. (Ketika pendeta tersebut didatangkan), raja pun memerintahkan padanya, “Kembalilah pada ajaranmu!” Pendeta itu pun enggan. Lantas didatangkanlah gergaji dan diletakkan di tengah kepalanya. Lalu dibelahlah kepalanya dan terjatuhlah belahan kepala tersebut. Setelah itu, sahabat dekat raja didatangkan pula, ia pun diperintahkan hal yang sama dengan pendeta, “Kembalilah pada ajaranmu!” Ia pun enggan. Lantas (terjadi hal yang sama), didatangkanlah gergaji dan diletakkan di tengah kepalanya. Lalu dibelahlah kepalanya dan terjatuhlah belahan kepala tersebut.

ثُمَّ جِىءَ بِالْغُلاَمِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ. فَأَبَى فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى جَبَلِ كَذَا وَكَذَا فَاصْعَدُوا بِهِ الْجَبَلَ فَإِذَا بَلَغْتُمْ ذُرْوَتَهُ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإِلاَّ فَاطْرَحُوهُ فَذَهَبُوا بِهِ فَصَعِدُوا بِهِ الْجَبَلَ فَقَالَ اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بِمَا شِئْتَ. فَرَجَفَ بِهِمُ الْجَبَلُ فَسَقَطُوا وَجَاءَ يَمْشِى إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيهِمُ اللَّهُ. فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوا بِهِ فَاحْمِلُوهُ فِى قُرْقُورٍ فَتَوَسَّطُوا بِهِ الْبَحْرَ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإِلاَّ فَاقْذِفُوهُ. فَذَهَبُوا بِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بِمَا شِئْتَ. فَانْكَفَأَتْ بِهِمُ السَّفِينَةُ فَغَرِقُوا وَجَاءَ يَمْشِى إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيهِمُ اللَّهُ.

Kemudian giliran pemuda tersebut yang didatangkan. Ia diperintahkan hal yang sama, “Kembalikan pada ajaranmu!” Ia pun enggan. Kemudian anak itu diserahkan kepada pasukan raja. Raja berkata, “Pergilah kalian bersama pemuda ini ke gunung ini dan itu. Lalu dakilah gunung tersebut bersamanya. Jika kalian telah sampai di puncaknya, lalu ia mau kembali pada ajarannya, maka bebaskan dia. Jika tidak, lemparkanlah ia dari gunung tersebut.” Lantas pasukan raja tersebut pergi bersama pemuda itu lalu mendaki gunung. Lalu pemuda ini berdo’a, “Ya Allah, cukupilah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu.” Gunung pun lantas berguncang dan semua pasukan raja akhirnya jatuh. Lantas pemuda itu kembali berjalan menuju raja. Ketika sampai, raja berkata pada pemuda, “Apa yang dilakukan teman-temanmu tadi?” Pemuda tersebut menjawab, “Allah Ta’ala telah mencukupi dari tindakan mereka.” Lalu pemuda ini dibawa lagi bersama pasukan raja. Raja memerintahkan pada pasukannya, “Pergilah kalian bersama pemuda ini dalam sebuah sampan menuju tengah lautan. Jika ia mau kembali pada ajarannya, maka bebaskan dia. Jika tidak, tenggelamkanlah dia.” Mereka pun lantas pergi bersama pemuda ini. Lalu pemuda ini pun berdo’a, “Ya Allah, cukupilah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu.” Tiba-tiba sampan tersebut terbalik, lalu pasukan raja tenggelam. Pemuda tersebut kembali berjalan mendatangi raja. Ketika menemui raja, ia pun berkata pada pemuda, “Apa yang dilakukan teman-temanmu tadi?” Pemuda tersebut menjawab, “Allah Ta’ala telah mencukupi dari tindakan mereka.”


فَقَالَ لِلْمَلِكِ إِنَّكَ لَسْتَ بِقَاتِلِى حَتَّى تَفْعَلَ مَا آمُرُكَ بِهِ. قَالَ وَمَا هُوَ قَالَ تَجْمَعُ النَّاسَ فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ وَتَصْلُبُنِى عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ خُذْ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِى ثُمَّ ضَعِ السَّهْمَ فِى كَبِدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قُلْ بِاسْمِ اللَّهِ رَبِّ الْغُلاَمِ.
ثُمَّ ارْمِنِى فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ قَتَلْتَنِى. فَجَمَعَ النَّاسَ فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ وَصَلَبَهُ عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ أَخَذَ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِهِ ثُمَّ وَضَعَ السَّهْمَ فِى كَبِدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ رَبِّ الْغُلاَمِ. ثُمَّ رَمَاهُ فَوَقَعَ السَّهْمُ فِى صُدْغِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ فِى صُدْغِهِ فِى مَوْضِعِ السَّهْمِ فَمَاتَ فَقَالَ النَّاسُ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ.

Ia pun berkata pada raja, “Engkau tidak bisa membunuhku sampai engkau memenuhi syaratku.” Raja pun bertanya, “Apa syaratnya?” Pemuda tersebut berkata, “Kumpulkanlah rakyatmu di suatu bukit. Lalu saliblah aku di atas sebuah pelepah. Kemudian ambillah anak panah dari tempat panahku, lalu ucapkanlah, “Bismillah robbil ghulam, artinya: dengan menyebut nama Allah Tuhan dari pemuda ini.” Lalu panahlah aku karena jika melakukan seperti itu, engkau pasti akan membunuhku.” Lantas rakyat pun dikumpulkan di suatu bukit. Pemuda tersebut pun disalib di pelepah, lalu raja tersebut mengambil anak panah dari tempat panahnya kemudian diletakkan di busur. Setalah itu, ia mengucapkan, “Bismillah robbil ghulam, artinya: dengan menyebut nama Allah Tuhan dari pemuda ini.” Lalu dilepaslah dan panah tersebut mengenai pelipisnya. Lalu pemuda tersebut memegang pelipisnya tempat anak panah tersebut menancap, lalu ia pun mati. Rakyat yang berkumpul tersebut lalu berkata, “Kami beriman pada Tuhan pemuda tersebut. Kami beriman pada Tuhan pemuda tersebut.”

فَأُتِىَ الْمَلِكُ فَقِيلَ لَهُ أَرَأَيْتَ مَا كُنْتَ تَحْذَرُ قَدْ وَاللَّهِ نَزَلَ بِكَ حَذَرُكَ قَدْ آمَنَ النَّاسُ. فَأَمَرَ بِالأُخْدُودِ فِى أَفْوَاهِ السِّكَكِ فَخُدَّتْ وَأَضْرَمَ النِّيرَانَ وَقَالَ مَنْ لَمْ يَرْجِعْ عَنْ دِينِهِ فَأَحْمُوهُ فِيهَا. أَوْ قِيلَ لَهُ اقْتَحِمْ. فَفَعَلُوا حَتَّى جَاءَتِ امْرَأَةٌ وَمَعَهَا صَبِىٌّ لَهَا فَتَقَاعَسَتْ أَنْ تَقَعَ فِيهَا فَقَالَ لَهَا الْغُلاَمُ يَا أُمَّهِ اصْبِرِى فَإِنَّكِ عَلَى الْحَقِّ

Raja datang, lantas ada yang berkata, “Apa yang selama ini engkau khawatirkan? Sepertinya yang engkau khawatirkan selama ini benar-benar telah terjadi. Manusia saat ini telah beriman pada Tuhan pemuda tersebut.” Lalu raja tadi memerintahkan untuk membuat parit di jalanan lalu dinyalakan api di dalamnya. Raja tersebut pun berkata, “Siapa yang tidak mau kembali pada ajarannya, maka lemparkanlah ia ke dalamnya.” Atau dikatakan, “Masuklah ke dalamnya.” Mereka pun melakukannya, sampai ada seorang wanita bersama bayinya. Wanita ini pun begitu tidak berani maju ketika akan masuk di dalamnya. Anaknya pun lantas berkata, “Wahai ibu, bersabarlah karena engkau di atas kebenaran.” (HR. Muslim no. 3005).

Beberapa faedah dari kisah di atas:

1- Raja yang zalim akan terus mencari pewarisnya dan ingin kekuasaannya terus ada.

2- Raja atau penguasa yang tidak berhukum dengan syari’at Allah biasa menggunakan dukun dan sihir untuk mendukung kekuasaannya, seperti ini tetap terus ada hingga saat ini.

3- Anjuran mengajari anak sejak kecil karena hasilnya lebih mudah melekat dibanding sudah besar. Seperti kata pepatah arab, innal ‘ilma fish shighor kan-naqsyi fil hajar, artinya sesungguhnya ilmu ketika kecil seperti memahat di batu. Artinya, ilmu ketika kecil itu lebih kokoh.

4- Adanya karomah para wali. Wali Allah adalah orang yang beriman dan bertakwa.

5- Hati hamba di tangan Allah. Allah sesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk pada siapa yang Dia kehendaki. Pemuda dalam kisah ini padahal dalam pengasuhan raja dan pengajaran tukang sihir, namun ia bisa mendapat hidayah pada kebenaran.

6- Pemuda ini menyandarkan penyembuhan pada Allah, bukan pada dirinya. Sehingga hal ini menunjukkan janganlah tertipu dengan karomah atau kejadian aneh yang bisa diperbuat seseorang.

7- Boleh menguji kebenaran seseorang ketika dalam kondisi ragu atau hati yang berguncang. Seperti pemuda ini menguji apakah yang benar adalah tukang sihir ataukah rahib (pendeta) dengan melempar binatang besar.

8- Pendeta tadi menyarankan pada pemuda untuk mengatakan “Jika engkau khawatir pada tukang sihir tersebut, maka katakan saja bahwa keluargaku menahanku. Jika engkau khawatir pada keluargamu, maka katakanlah bahwa tukang sihir telah menahanku.” Ini menunjukkan bahwa mengakal-akali orang lain (berbohong) itu boleh jika ada maslahat seperti saat perang atau untuk menyelematkan diri.

9- Ada orang beriman yang digergaji demi mempertahankan imannya.

10- Allah selalu memenangkan kebenaran dan menolong orang yang berpegang teguh pada kebenaran.

11- Boleh bagi seseorang mengorbankan dirinya sendiri jika ada maslahat agama yang besar seperti pemuda ini yang mengorbankan dirinya dan membuat seluruh rakyat beriman pada Allah.

12- Nampak jelas perbedaan thoghut dan da’i ilallah. Thoghut mengajak manusia supaya menjadikan ibadah pada sesembahan selain Allah. Sedangkan da’i ilallah mengajak manusia  peribadatan pada Allah saja.

13- Kadang seorang wali Allah diberi karomah berulang kali, tujuannya untuk mengokohkan imannya.

14- Orang kafir tidak bisa membantah argumen dari orang beriman. Yang  membuat mereka menolak kebenaran adalah karena sifat sombong yang ada pada mereka.

15- Orang yang zalim akan menindak orang yang tidak mau manut pada perintahnya dan menindak setiap orang yang beriman pada Allah, tujuannya supaya kekuasaan dunia mereka langgeng.

16- Melalui orang zalim dapat muncul bukti kebenaran. Rakyat dalam kisah ini beriman kepada Allah disebabkan karena kokoh, jujur dan ketakutan pemuda ini hanya pada Allah.

17- Di antara bayi yang bisa berbicara padahal masih dalam momongan adalah bayi dalam kisah ini, selain itu juga ada bayi yang diajak bicara oleh Juraij dan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam. Jadi, ada tiga bayi yang bisa bicara ketika masih dalam momongan.

18- Cerita ini menunjukkan mukjizat Al Qur’an karena cerita ini hampir dilupakan dalam sejarah dan disebutkan dalam Al Qur’an.

19- Boleh mengajari orang lain dengan menyebutkan kisah seperti ini. Karena kadang dengan nasehat langsung sukar diterima, beda halnya dengan menyampaikan kisah.

20- Setiap pemuda hendaklah mencontoh perjuangan pemuda dalam kisah ini, yaitu hendaklah ia berpegang teguh pada kebenaran dan terus bersabar, jangan sampai terjerumus dalam jalan kesesatan walau diancam dengan nyawa.

21- Wajib bagi setiap orang yang diuji keimanannya untuk bersabar, meski harus mengorbankan nyawa. Namun dalam masalah ini ada dua rincian:

(1) Maslahatnya kembali pada diri sendiri. Ketika diperintahkan mengucapkan kalimat kufur, misalnya, maka ia bisa memilih mengucapkannya ketika dipaksa, asalkan hati dalam keadaan tetap beriman. Ia juga boleh memilih untuk tidak mau mengucapkan walau sampai mengorbankan nyawanya.

(2)  Maslahatnya kembali pada orang banyak. Misalnya, kalau seandainya ia kafir di hadapan orang banyak, maka orang lain pun bisa ikut sesat. Dalam kondisi ini tidak boleh seseorang mengucapkan kalimat kufur, ia harus bersabar walau sampai dihilangkan nyawa. Hal ini dapat kita temukan dalam kisah Imam Ahmad yang masyhur. Ketika ia dipaksa mengucapkan ‘Al Qur’an itu makhluk, bukan kalam Allah’. Imam Ahmad enggan dan akhirnya ia disakiti dengan dicambuk. Tetapi beliau tetap kokoh memegang prinsip Al Qur’an itu kalam Allah, bukan makhkuk. Jika Imam Ahmad tidak memegang prinsipnya tersebut, tentu manusia akan ikut sesat.

22- Hadits ini juga menunjukkan terkabulnya do’a orang yang dalam kondisi terjepit seperti do’a pemuda ini ketika ingin dilempar dari gunung dan ditenggelamkan di tengah lautan.

23- Kisah ini mengajarkan wajibnya bersabar ketika disakiti padahal berada dalam kebenaran.

Semoga kita bisa memetik pelajaran-pelajaran berharga dari kisah pemuda ini. Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi:

Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 76-78.

Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H, 1: 213-225.

Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhish Sholihin, Dr. Musthofa Al Bugho, dll, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1432 H, hal. 35.

Sumber: rumaysho.com
Sya'bani Sya'bani Author

Setiap Masalah pasti ada Solusi

“Semua…!!! Lari..!!!
Hutan pun menjadi riuh. Semua berdesak-desakkan, saling menyingkirkan. Semua panik. Api telah melahap satu per satu rumah mereka. Tempat tinggal dimana mereka bercengkrama dengan keluarga..
“Ayah… Tunggguu…!!!”, panggil seekor monyet.
Ayahnya sudah jauh meninggalkan. Kebakaran hutan itu membuat mereka terpisah dengan yang dicintainya..
Monyet itu terus berlari…
Tiba-tiba, ia melihat seekor burung kecil, terbang kesana-kemari..

Ia terlihat terbang keluar masuk hutan. Terus terbang. Tanpa memikirkan hewan yang ada di bawahnya..
“Hai, burung..!! Kamu mau kemana? Kenapa kembali? Ayo kita pergi! Rumah kita terbakar.. Sangat berbahaya jika kamu kembali..”
Burung tersebut menghampiri sang monyet.
“Aku sedang mengambil air untuk memadamkan hutan kita.”, jawab burung tegas
“Eh? Buat apa? Tubuhmu yang kecil itu mana mungkin bisa memadamkan api di hutan. Sudahlah, kita pergi saja. Kita cari hutan lain.”, ajak monyet
“Biarlah aku melakukan apa yang bisa ku lakukan.. Pun jika aku mati, aku bisa menjawab pertanyaan Tuhan kelak, aku bisa mengatakan pada Dia bahwa aku sudah berusaha semaksimal ku untuk memadamkan api. Aku tidak lari, Tapi aku mencoba untuk menyelamatkan hutan.”, jawab sang burung.
Matanya berkaca-kaca.
Monyetpun tertegun.
“Okelah, kalau gitu aku temani kamu. Aku juga takut kalau aku nanti ditanya Tuhan dan ternyata aku hanya bisa lari. Aku bantu kamu deh..”,
Monyet dan burungpun saling membantu memadamkan api.
Sekumpulan gajah terheran menyaksikan tingkah dua makhluk itu.
“Hei, kalian sedang apa?” tanya seekor gajah
“Kami sedang memadamkan api.” jawab sang monyet sambil berlari membawa air.
Gajah saling memandang satu sama lain. Melihat itu, hati mereka terpanggil. Dan mereka pun turut membantu.
Gajah dengan belalainya yang panjang, menyemprotkan air ke hutan. Silih berganti, kumpulan makhluk itu berusaha untuk memadamkan api.
Tak ayal, hewan lain pun turut membantu.
“Semua hewan..Cepat ambil air dan kembali padamkan api…!!!!” Sang Raja hutan pun tak mau kalah membantu.
Dia mengerahkan semua rakyatnya untuk memadamkan.
Semua, kawan..
Hingga, akhirnya, kebakaran pun padam.
“Hhhhh… Ternyata…”
Nafas mereka tersengal-sengal.
Ternyata, rumah mereka masih bisa diselamatkan.
“Alhamdulillah… Terimakasih telah menyelamatkan rumah kami..”
Makhluk-makhluk itu tersenyum lebar..
Keringat mereka masih bercucuran..
“Ternyata….”
Dan merekapun masih saling berpandangan…
Ternyata, api yang sudah melahap hutan tempat mereka tinggal bisa dipadamkan.
Haru bercampur heran..
Awalnya mereka tak percaya..
Semua berlari..
Kabur dari sarangnya..
Dan ternyata..
Berkat seekor burung kecil..
Yang terus menerus berusaha..
Pun mereka sempat menganggap sia-sia..
Tetapi akhirnya..
Sang burung pun membuktikan..
“Small thing, but doing sincerelly..”
Semua ternyata bisa teratasi..
“Karena setiap masalah pasti ada solusi..”
****
Mari Mencoba untuk menjadi bagian untuk memberikan solusi atas bangsa ini. Bangsa yang sangat hebat dengan berbagai potensi pemudanya. Ya, dari pemuda kami yakin kebangkitan itu akan hadir.
Dari pemuda, yang memiliki kekuatan yang penuh, semangat yang hebat, dan kemampuan yang luar biasa, dimana mereka akan menjadi pemberi solusi atas segala masalah di negeri ini.
Banyak orang yang hanya membicarakan masalah, masalah, dan masalah, lalu kabur..Lalu, siapa yang akan memperbaiki negeri ini?
Mari kita berhenti sejenak, kita atur strategi, rapatkan barisan, untuk kembali..
Kita padamkan api yang telah membakar..
Kita bersama menjadi solusi..
Dengan banyak prestasi..
dan Berkontribusi untuk negara..
Dan untuk dunia..
“We believe.. The better world will come.. Begin from YOUTH…  And someday all people see.. that WE CAN do TOGETHER…”
Salam Inspirasi!

AFS 
Sya'bani Sya'bani Author

Mengenai Saya

Text Widget

Popular Posts

About

Ordered List

Blogger templates

Blogroll

Popular Posts

Unordered List

Recent Posts